AKUNTANSI DALAM NILAI-NILAI ISLAM
AKUNTANSI DALAM NILAI-NILAI ISLAM
ANGGA
GUMILAR, M.Pd
ABSTRAK
Praktek bisnis pada akhir-akhir ini,
mau tidak mau harus memperhatikan fenomena dan pergerakan bisnis yang mempunyai
kecenderungan menuju masyarakat Islami. Lembaga perbankan sudah menyesuaikan
diri menjadi bank syariah, asuransi juga demikian, makanan dan minuman mulai “berlabelkan”
istilah-istilah yang lazim digunakan dalam Islam. Dimana nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam syariah Islam ini ternyata diterima baik dan bahkan menjadi
dasar yang sangat kuat dalam pengembangan sistem akuntansi khususnya di
Indonesia. Dengan penerapan kode etik yang didasarkan pada hukum-hukum Islam
tersebut diharapkan laporan keuangan yang dihasilkan oleh profesi akuntan akan
mempunyai kualifikasi informasi yaitu: menyajikan kebenaran, keadilan, lengkap
dan tepat waktu.
Kata Kunci: Nilai-nilai Islam, Akuntansi.
Pendahulan
Islam, yang menurut bahasa berarti
keselamatan dan kepatuhan adalah agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Penganut agama islam harus senantiasa “patuh” kepada Allah dan menghargai
tujuan penciptaannya di dunia. Sebagaimana telah terungkap dalam Al qur’an:
Artinya: Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku (QS. Az Zariat: 56)
Akibat
dari pengakuan itu, maka setiap apa yang dilakukan oleh seorang muslim termasuk
dalam transaksi bisnis harus sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah SWT. baik
yang disampaikan langsung melalui wahyu dalam Al qur’an ataupun yang
diterjemahkan melalui sunnah Nabi Muhammad SAW. Qur’an dan Sunnah adalah sumber
hukum utama Islam, yang keduanya disebut Syariah (yang berarti jalan).
Islam meyakini dan mendorong bisnis, tetapi kegiatan bisnis itu harus
dilakukan sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam syariah. Apa yang dianggap
halal dan haram untuk berbagai aspek kegiatan bisnis telah diatur. Dimana
perdagangan yang diharamkan (misal: konsumsi dan berdagang daging babi) juga
dilarang untuk memberi atau menerima harganya. Dalam kerangka yang lebih luas,
syariah Islam mengharuskan seorang muslim untuk mencapai tujuan bisnisnya
dengan cara-cara yang jujur, adil dan senantiasa dalam kebaikan.Praktek bisnis
pada akhir-akhir ini, mau tidak mau harus memperhatikan fenomena tersebut.
Lembaga perbankan sudah menyesuaikan diri menjadi bank syariah, asuransi juga
demikian, makanan dan minuman mulai “berlabelkan” istilah-istilah yang lazim
digunakan dalam Islam. Fenomena kecenderungan atau pergeseran masyarakat ini
juga berlangsung dalam dunia ilmiah. Dimana nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam syariah Islam ini ternyata diterima baik dan bahkan menjadi dasar yang
sangat kuat dalam pengembangan sistem akuntansi khususnya di Indonesia.
Apabila kita tinjau secara singkat hubungan antara fenomena bisnis dan
penyusunan laporan keuangan serta pemakai laporan keuangan dapat dilihat pada
hal-hal sebagai berikut:
Pemakai Laporan Keuangan
|
Laporan Keuangan
|
Prinsip Akuntansi
|
Teori Akuntansi
|
Fenomena Bisnis/Ekonomi
|
Semoga
manifestasi nilai-nilai Islam dalam akuntansi tersebut muncul dari kesadaran
para akuntan dalam kerangka perbaikan kualitas informasi serta struktur
informasi yang dihasilkannya, dan bukan merupakan faktor kebetulan saja. Waallahu
a’lam bishawab.
Pembahasan
A.
Konsep Dasar Akuntansi
Sebagai
suatu proses akuntansi mempuyai prinsip-prinsip tertentu yang harus diikuti
oleh para pemakainya. Prinsip-prinsip ini akan mendasari setiap sifat dan ciri
dari laporan keuangan yang dihasilkan dalam proses akuntansi, yaitu meliputi:
1. Entitas (Accounting Entity) Yang
menjadi fokus perhatian dalam akuntansi adalah “entity” tertentu atau
lembaga tertentu yang akan dilaporkan, dan bukan lembaga lainnya.
2. Kontinuitas Usaha (Going Concern)
Dalam menyusun laporan keuangan harus dianggap bahwa perusahaan (entity)
yang dilaporkan terus beroperasi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Jika
perusahaan dianggap tidak mampu lagi untuk melanjutkan usahanya maka harus
diungkapkan oleh akuntan. Oleh karena entity mempunyai waktu operasi yang tidak
dapat ditentukan, maka diperlukan suatu laporan keuangan yang disusun secara
periodik (time period principles) untuk mengetahui bagaimana
kinerja entitas tersebut.
3. Pengukuran (Measurement)
Akuntansi merupakan suatu media pengukuran sumber-sumber ekonomi (economic
resources). Oleh karena itu pengukuran tersebut harus berdasarkan pada
hasil transaksi yang diukur dengan unit moneter (prinsip monetery unit).
4. Dasar Akrual (Accrual Bassed)
Penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan
berdasarkan kejadiannya tanpa melihat apakah pembayaran atau penerimaan kas
telah dilakukan atau belum.
5. Bertujuan Umum (General Purpose)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang dihasilkan akuntansi
keuangan ditujukan untuk pemakai secara umum bukan pemakai khusus, sehingga
didasarkan pada prinsip-prinsip yang diterima umum(generally accepted
principles), dan penggunaannya akan sangat tergantung dari keahlian akuntan
(judgement) dalam melakukan pertimbangan.
6. Materialitas (Materiality)
Laporan keuangan hanya memuat informasi yang dianggap penting. Dan dalam setiap
pertimbangan yang dilakukan tetap melihat signifikansinya secara umum.
Indikator materialitasnya adalah dikaitkan dengan dampaknya terhadap laporan
keuangan.
7. Penaksiran (Aproximation)
Dalam akuntansi tidak akan dapat dihindarkan dari penaksiran-penaksiran.
Seperti: taksiran umur ekonomis suatu aktiva, taksiran harga, pemilihan prinsip
akuntansi yang digunakan, dan sebagainya. Disamping itu, akuntansi lebih
menekankan kenyataan ekonomis suatu kejadian dari pada bukti legalnya atau
formalnya, sehingga hal ini disebut sebagai prinsip subtance over form.
B.
Kedudukan Akuntansi dalam Islam
Akuntansi merupakan domain “muamalah” dalam kajian Islam.
Artinya, diserahkan kepada kemampuan akal pikian manusia untuk
mengembangkannya. Namun Karena pentinnya masalah ini, Allah SWT
memberikan tempat dalam kitab suci Al qur’an yakni surat Al Baqoroh ayat
282. Apabila dikaji melalui rationing atau pendekatan logika akan
didapatkan pemahaman berikut ini.Penempatan ayat ini cukup unik dan relevan
dengan sifat akuntansi. Ia ditempatkan dalam surat Al Baqoroh (yang berarti:
sapi betina) ini melambangkan komoditas ekonomi. Ia ditempatkan dalam surat
ke-2 dalam Al Qur’an yang dapat dianalogkan dengan “double entry” dalam
penyusunan sistem akuntansi, dan merupakan ayat ke-282 yang angka keseimbangan
(neraca). Inilah suatu kenyataan yang kebenarannya menggambarkan hanya Allah SWT yang
mengetahui, Waallahu a’lam bishawab.Bahkan apabila kita kaji sistem dan
manajemen yang ada di alam dunia ini, ternyata peran akuntansi sangat besar.
Dimana Allah SWT juga memiliki malaikat (sebagai akuntan) yang sangat canggih
dan setiap aktivitas manusia tidak pernah luput dari catatannya, yaitu:
malaikat Rakib dan Atib. Malaikat ini yang akan menuliskan/menjurnal segala
transaksi yang dilakukan manusia dan akan menghasilkan buku (neraca) yang nanti
akan dilaporkan kepada kita (owner) di akhirat. Perhatikanlah firman
Allah dalam surat Al Infithaar ayat 10-12 berikut ini:
Artinya: Padahal
sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia
(di sisi Allah) dan yang mencatat pekerjaanmu. Mereka mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Laporan ini harus didukung dengan
bukti (evidence), dimana tidak ada transaksi yang dilupakan meskipun
sebesar zarrah, seperti firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya akan
melihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun dia
akan melihatnya”.
(QS. Al Zalzalah: 7-8)
Berdasarkan
berbagai ketentuan di atas menunjukan arti pentingnya akuntansi dalam kegiatan
bisnis. Apabila kita perhatikan, setidaknya ada dua alasan yang mendasari
diperlukannya akuntansi tersebut, yaitu:a. Menjadi bukti dilakukannya transaksi
(muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam penyelesaian selanjutnya.b. Menjaga agar tidak terjadi
manipulasi atau ketidakjujuran, baik dalam transaksi maupun hasil dari
transaksi itu
(keuntungan/laba).
C.
Etika Bisnis dan Standar Akuntansi
Islam
Dalam hal
pengelolaan kepemilikan, Islam telah menganjurkan kepada umatnya agar dapat
digunakan dengan baik dan benar dengan tetap memperhatikan hak-hak orang lain
(misal: fakir, miskin dan lain-lain). Ada beberapa pedoman yang harus
ditaatinya sebagai berikut:1) Penggunaan bersifat terus-menerus
(istiqomah)
2) Membayar zakat sesuai harga pasar
3)
Penggunaan yang bermanfaat (menghindari pemborosan)
4)
Tidak digunakan untuk merugikan orang lain
5)
Pemindahan kepemilikan kekayaan sesuai hukum waris. Terdapat beberapa
konsep dan etika bisnis dalam Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Harahap
(2004: 235) sebagai berikut:
Konsep Bisnis
|
Standar Etis
|
1. Pemilikan
|
1. Pemilikan individu harus
didorong dan dilindungi.2. Kekayaan adalah milik Tuhan. Individu bertindak
sebagai agen dalam memiliki kekayaan.3. Pemilikan public termasuk
kekayaan mineral air, dan sumber energi.4. Pemilik individu harus
memperhatikan masyaraka dan fungsi ekonomis dari kekayaan itu.
|
2. Keadilan
|
1. Setiap orang berhak atas
keadilan.2. Kesempatan yang sama merupakan dasar keadilan.3. Kecukupan
merupakan dasar kedua dari keadilan.4. Adalah kewajiban dari semua orang
untuk berlaku adil.
|
3. Harga
|
1. Harga diatur oleh pasar2.
Pemerintah tidak dibenarkan mempengaruhi harga.3. Pengecualian campur tangan
hanya boleh untuk kepentingan keadilan dan distribusi barang harus adil dan
lancar.4. Setiap harga barang yang dijual dicantumkan agar diketahui publik.
|
4. Persaingan
|
1. Persaingan diizinkan dan
dianjurkan 2. Perpindahan barang tidak boleh dihalangi, harus dijamin
bebas.3. Persaingan tidak boleh menimbulkan monopoli.4. Tidak dibenarkan
campur tangan terhadap fungsi pasar
|
5. Hubungan Pimpinan dan Karyawan
|
1. Majikan berhak atas kejujuran
dan kemampuan karyawan.2. Kepemimpinan membutuhkan beban tanggung jawab.3.
Tiap orang adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas bawahan yang
dipimpinnya.4. Mendisiplinkan pegawai harus secara pribadi tidak boleh
didepan orang.
|
Sebagaimana
dijelaskan oleh Muhammad Akram Khan (dalam Harahap, 2004:145) merumuskan
beberapa sifat akuntansi islam sebagai berikut: a) penentuan laba rugi yang
tepat; b) ketaatan kepada syariat Islam; c) keterikatan pada keadilan; d)
melaporkan dengan baik.Sedangkan hukum Islam yang berkaitan dengan akuntansi
dan dapat diterapkan dalam praktek akuntansi sebagai berikut :
a. Kode etik akuntan
Terdapat
beberapa kode etik seorang akuntan dalam melaksanakan proses akuntansi, yaitu:
1) Akuntan harus menyakini bahwa Islam
sebagai way of life, terlebih
dalam kegiatan bisnis.
2) Akuntan harus memiliki karakter yang
baik, jujur, dan dapat dipercaya.
3) Akuntan harus adil, efisien dan
independent.
4) Akuntan harus bertanggungjawab
kepada masyarakat.
b. Penilaian asset
Kekayaan (asset)
harus dinilai berdasarkan harga pasar (market prices). Penilaian ini
sangat penting untuk menentukan jumlah yang dapat dikurangi berkaitan dengan
zakat.
c. Prinsip Akuntansi
1) Prinsip akuntansi yang dikembangan
adalah akuntansi sosial.
2) Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
harus ditaati sepanjang tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
3) Transaksi yang tidak sesuai dengan
hukum Islam harus dihindari (misal: mengandung riba, kecurangan, dll).
d. Catatan Double Entry
Catatan
yang dipergunakan hendahnya double entry, dan bukan single entry.
Hal ini sangat penting karena dapat menghindari kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam proses pencatatan. Demikian pula Islam sangat memperhatikan
tentang hal tersebut, termasuk dalam hal persaksian atas suatu kejadian.
e. Pelaporan Keuangan
Laporan
keuangan yang disusun hendaknya meliputi: laporan laba/rugi, laba ditahan,
Neraca, sumber dan penggunaan dana, juga laporan khusus mengenai dana zakat.
Zakat dalam konsep akuntansi Islam merupakan pungutan wajib dalam bentuk uang
atau harta yang diambilkan dari pemilik untuk diberikan kepada para
fakir-miskin dan untuk kegiatan sosial tanpa mengharapkan penghasilan. Laporan
keuangan yang disusun hendaknya memenuhi kualifikasi informasi sebagai berikut:
1)
Mengungkapkan kebenaran dari suatu informasi
Sebagai suatu proses pencatatan yang
akan menyajikan informasi keuangan, akuntansi harus dapat mengungkapkan
kebenaran sesuai bukti-bukti yang sah baik secara akuntansi maupun Islam. Dalam
surat Al Baqoroh ayat : 42 Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan janganlah kamu
campur adukkan yang haq dan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak
sedang kamu mengetahuinya (QS: Al Baqoroh: 42).
2)
Informasi yang disajikan harus mengandung keadilan
Informasi
yang disediakan melalui proses akuntansi harus dapat mengungkapan kenyataan
secara adil. Artinya akuntansi tidak diperbolehkan mempunyai
kepentingan-kepentingan tertentu yang akan menguntungkan pihak pembuat laporan
tanpa berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (generally
accepted principles). Oleh karena itu sikap independensi sangat diperlukan
dalam penyajian informasi.Sehubungan dengan hal tersebut Allah SWT telah
berfirman:
artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, membari
kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan, dia memberi pengajaran kepadamu agar dapat mengambil pelajaran
(QS: An Nahl: 90)
Penyajian
secara lengkapSalah satu kualitas informasi yang disyaratkan dalam pengambilan
keputusan adalah tentang kelengkapan informasi tersebut. Seberapa banyak
kerugian akan terjadi akibat dari penyajian informasi yang tidak lengkap ini,
disamping dapat mengakibatkan terjadinya berbagai kesalah pahaman ataupun
keputusan yang salah.
4) Penyajian dengan
tepat waktu
Informasi
yang benar, adil dan lengkap tidak akan mempunyai manfaat dalam pengambilan
keputusan apabila disajikan tidak tepat pada waktunya sehingga hanya akan
menjadi kedaluwarsa. Ketepatan waktu ini sangat dihargai dalam Islam, bukan
hanya pada penyampaian informasi tetapi meliputi seluruh aktivitas yang
dilakukannya. Dalam surat Al ’Ashr ayat: 1-3 sebagai berikut:
Artinya: Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS: Al ’Ashr:
1-3)
Kesimpulan
Akuntansi
tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena dalam bentuk ukuran
moneter tetapi juga sebagi suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi
itu berjalan dalam masyarakat. Hal ini yang mengakibatkan pergeseran ke dalam
Akuntansi Islam yang lebih berorientasi sosial. Akuntasi Islam memiliki suatu
tujuan yaitu harus memenuhi prinsip Islam. Dalam kaitannya ini, semua akuntansi
Islam dapat disebut sebagai ”normatif” dan dirumuskan dalam beberapa
sifat sebagai berikut: a) penentuan laba rugi yang tepat; b) ketaatan kepada
syariat Islam; c) keterikatan pada keadilan; d) melaporkan dengan baik.Dalam
penyusunan laporan keuangan, akuntan harus berpedoman pada kode etik sesuai
hukum-hukum Islam. Kode etik yang dapat diterapkan dalam praktek
akuntansi tersebut meliputi:a.
Akuntan harus menyakini bahwa Islam
sebagai way of life, terlebih dalam kegiatan bisnis.b. Akuntan harus memiliki karakter yang
baik, jujur, dan dapat dipercaya.c. Akuntan harus adil, efisien dan
independent.d.
Akuntan harus bertanggung jawab
kepada masyarakat.Dengan penerapan kode etik tersebut diharapkan laporan
keuangan yang dihasilkan akan mempunyai kualifikasi informasi yaitu: menyajikan
kebenaran, keadilan, lengkap dan tepat waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
Arfan Ikhsan & Muhammad Ishak.
2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta.
Departemen Agama RI. 1989. Al
Qur’an dan Terjemahnya.
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al
Qur’an. Jakarta. Kodiran Salim. Kumpulan Naskah Pengkajian Lintas Kitab
Suci. Pusat Pengkajian Lintas Kitab Suci; ULIL ALBAB, Yogyakarta.
Mulyadi, 2001. Balanced
Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan
Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.
Sofyan Syafri Harahap. 2004. Akuntansi
Islam. Bumi Aksara. Yogyakarta.
____________________. 2001. Analisa
Kritis Atas Laporan Keuangan. RajaGrafindo Persada. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar